Ketika segala sudut menjadi kabut, aku berharap satu. Pintaku yang selalu disebut, luka ku yang diraut.
Lemah lembut namun kusut. Berjatuhan seperti benang serabut. Seribu sakit yang sulit, ucapan kilat yang semrawut. Kilau ayu merona, namun insan berkata bobot ribuan serut bermakna reminisensi abadi.
Tak sudi. Sama sekali tak sudi. Kilas balik sunyi, terdesak bersembunyi. Gelisah dibawah selimut senyap, berlinang berlian bertemu gering hulu. Dari ujung tepi, sejenak mengerti sepi suraiku berkusu.