smaradhana

from Red Strings AU by @ cerealeia

lila!
4 min readOct 26, 2024

Ada ‘kepala batu’ dalam kamus hidup Pharsa.

Selang beberapa bulan ini, Pharsa memang resmi menjadi salah satu mahasiswa angkatan tua yang sedang sibuk-sibuknya berkutit di depan layar komputer, tidak lain dan tidak bukan dikarenakan tugas akhir yang menjadi musuh bebuyutan para khalayak mahasiswa.

Belum lagi tanggung jawab untuk mengurus salah satu aset keluarga berupa cafe yang dimiliki saudarinya. Dengan begitu banyak pengalaman yang dimilikinya sebagai seorang yang kompeten terhadap tanggung jawab, saat ini justru membuat dirinya sedikit terkecoh untuk bisa mengorganisasi dirinya kepada beberapa hal.

Setelah perdebatan kecil perkara ego terjadi mengalir begitu saja. Di dalam satu atap mobil, Pharsa mengutarakan bahwasanya lelaki itu akan pergi menyusul beberapa teman dekatnya setelah mengantar Gennawa kembali menuju apartemen, namun bertentangan dengan Gennawa yang memang risau dengan keadaan Pharsa belakangan ini.

Sejatinya, Gennawa bukanlah sosok pasangan yang suka memberi batasan berlebih atau bahkan menuntut perhatian lebih. Saat ini Gennawa hanya ingin Pharsa menunda janji temu miliknya demi kebaikan lelaki itu sendiri.

Sejak sepuluh menit yang lalu, Pharsa memang belum pergi dari kawasan dimana perempuannya tinggal, lelaki itu hanya terdiam menatap jendela mobil dengan pikiran kosong setelah membaca beberapa teks dari sang kekasih. Terus terang saja, dirinya memang sedang dalam keadaan yang tidak stabil.

Keputusan akhir, lelaki itu kemudian mengambil cardigan pada bangku mobil belakang, tidak lupa charger, kotak kacamata, serta lipbalm milik Gennawa yang di hak paten olehnya beberapa hari yang lalu sebelum mematikan mesin mobil yang telah terparkir di spot favoritnya.

Selama berada di dalam lift, Pharsa hanya memikirkan bagaimana cara agar Gennawa mau memberikan pelukan hangat untuk satu malam penuh; hanya itu, pikirnya.

Memencet bel dua kali pada unit apartemen yang sudah tidak asing lagi baginya dengan tatapan lesu. Yang membuka pintu hanya senyum dengan dahi berkerut heran, “Kenapa mukanya tiba-tiba berubah? tadi di mobil marah-marah.” Seru Gennawa jail.

Pharsa tersenyum manis merasa bersalah, mendorong kedua pundak Gennawa kedalam dan menutup pintu. Perlahan mengambil dan meletakkan tangan Gennawa ke atas kepala lelaki itu, mengusapnya pelan.

Gennawa hanya tersenyum, “Udah marahnya?”

Yang ditanya hanya menganggukkan kepala, “Maaf ya Nawa? Aku ngeselin banget dari pagi.” Lanjutnya mencium tangan Gennawa dalam genggamannya.

“Gue udah sering ngadepin lo yang kaya gini, tapi hari ini tersulit deh. Gue sampe harus sedih dulu seharian.” Gennawa membawa lelaki itu pada sofa dalam.

Seluas apapun hati wanita, pasti bisa habis juga kesabarannya. Pharsa paham, dirinya bersumpah hanya akan menganggukkan kepala atas apapun yang Gennawa ucapkan hari ini.

“Maaf. Maaf. Maaf.” Lelaki itu membawa perempuannya ke dalam pelukannya, beruntung tidak di tolak. Pikirnya.

Gennawa membalas pelukan Pharsa, dirinya pun menginginkan percakapan layak tanpa emosi di dalamnya. “Sa, tapi tau kan kenapa aku khawatir? Aku gak muluk banget buat kamu ngertiin setiap saat, tapi tau kan Sa, demi kebaikan bersama.”

Perempuan itu berhenti sejenak mengelus punggung kekasihnya pelan, “Ini kayanya kali pertama kita berantemin hal kecil deh. Aku pun entah kenapa lebih milih menghindar, karena aku tau kamu emang lagi capek-capeknya belakangan ini. I was too scared it’s getting bigger and bigger, ternyata ngga. Terimakasih udah mau dengerin aku ya Sa?”

Pharsa mengangguk tersenyum dalam pelukan, “Aku paham aku salah, sayang. Maaf aku jadi kebawa emosi yaa, maaf kalo kesannya aku gak menghargai perasaan kamu. Jujur aku emang capek, belakangan ini penuh banget.” Lelaki itu mengeratkan pelukan, “Maaf hari ini buat kamu sedih, akhir-akhir ini juga kita cuma punya jam makan malem untuk ketemu. Aku bentar lagi gila kayanya, sayang.”

“Ngomong sekali lagi.” Gennawa mencubit perut lelaki itu dari tekanan pelan menuju kuat.

“ADUH IYAA. AMPUN! AKU SAYANG KAMU BANGET.”

Lanjutnya terkekeh menangkup kedua pipi sang kekasih, “Oh iya, tadi itu karena malem ini ada bola jadi bimbang juga mau nolak, hehe I love you sayang.” Ucapnya sambil memberi beberapa kecupan pada bibir ranum milik perempuannya.

Yah jika memang begitu, Gennawa pun akan tetap memilih kesehatan Pharsa terlepas dari alasan apapun, pikirnya. “Iyaaa tetep aja, kesehatan kamu ya nomer satu, kita bisa nonton abis ini. Vitamin dari aku juga pasti cuma numpuk di nakas kamar kamu kan.” Gennawa memicingkan matanya tajam.

Lelaki itu kembali membenamkan wajahnya pada leher Gennawa, merasa bersalah. “Maaf, abis ini aku bakal set reminder, janji!” Lalu mengunci tubuh Gennawa karena ia yakin perempuan itu akan menghindar sebal.

“Lepas gak. Aku marah banget.” Ucap Gennawa geram.

Pharsa semakin mengeratkan pelukan dan meminta maaf berulang kali, “Sumpah sayang, abis ini aku ga bakal lupa! Bakal selalu ngirim foto kalo aku minum, janji. Jangan dilepas Nawaa aku lagi gaenak badan loh, tuh aduh aw! aw!”

“Tadi aja mau pergi-pergi, sana sana pergi aja, sebel!” Seru Gennawa membuat Pharsa terkekeh.

“Nawa, kamu kan tau aku clingy parah. Ya kan?” Pharsa tersenyum sembari mengusap lembut pipi Gennawa.

Sang kekasih berdeham curiga, “Terus?”

“Kalo kaya gini terus bakal cape harus samperin kamu mulu setiap hari. Kamu aku nikahin aja ya?”

Percakapan penutup sebelum Pharsa babak belur menerima serangan bantal bersuara sumpah serapah dari Gennawa.

Dalam ruangan cahaya redup, dengan semua elemen yang ada, menjadi saksi bisu dari momen yang berharga. Dinding berhiasan, meja, furnitur, dan berlatar lagu mengalun yang berasal dari piringan hitam milik Gennawa seakan berteriak dalam sunyi, mengabadikan keindahan cinta, membawa ke dalam suasana nostalgia dimabuk asmara.

Gelora asmara

Di samudra cita

Melenakan aku

Dibuai cinta

Andika Dewa

Sirna duli sang asmara

Merasuk sukma

Menyita heningnya cipta (cipta)

Oh, resahku jadinya

Prahara nestapa

Seakan tak kuasa

Membendung asmara

Insan sedang bercinta

Smaradhana – Chrisye

--

--

lila!
lila!

No responses yet